Senin, 28 Januari 2019

Y O G Y A K A R T A [Penyewaan Sepeda Motor Mahasiswa]


Ide sewa motor ini saya dapat dari teman saya yang kuliah di Jogja sekaligus pemilik rumah yang saya tempati selama di Jogja, Nizar. Awalnya kami merencanakan perjalanan menggunakan grab atau go jek, tetapi jarak yang terpisah lebar antara satu wisata ke wisata yang lain mengakibatkan mahalnya tarif. Akhirnya kami disarankan Nizar untuk menyewa motor daripada uang kami habis hanya untuk akomodasi. Menurut informasi yang saya dapatkan dari Nizar, sewa motor selama 12 jam dikenai tarif Rp25.000,00. Di kawasan Jogja lumayan banyak penyewaan motor, khusunya penyewaan motor mahasiwa. Jadi siapkan KTP dan KTM (Kartu Tanda Mahasiwa) jika ingin menyewa motor.

Pagi sekitar pukul 8, berbekal google kami mencari tempat penyewaan yang paling dekat tanpa memperdulikan review pengguna google lain. Ujung dari perbuatan kami adalah, kami merasa tertipu oleh google wkwk. Jadi sebenarnya ada tempat penyewaan yang oke banget menurut rating google, tapi jaraknya 3km (jauh menurut kami, soalnya kami malas hahaha). Akhirnya kami memilih yang paling dekat sekitar 700m, dan berangkatlah saya dan Bella menggunakan motor Nizar yang ujung-ujungnya bingung ketika google maps  menyatakan kami selesai atau sampai tujuan tapi disekitar kami tidak ada tanda-tanda penyewaan motor. Berbekal kekesalan kami yang disasarkan google, jadilah kami hanya mengandalkan mulut kami untuk bertanya pada warga sekitar. Warga Jogja ramah dan baik, jadi kecil kemunkinan untuk ditipu atau semacamnya. Toh sepertinya tidak ada untungnya menipu kami hehe. Berbekal  arahan dari warga akhirnya saya mendapatkan tempat penyewaan motor mahasiswa seharga Rp30.000,00/12 jam dan Rp60.000,00/hari, tidak ada potongan harga untuk menyewa sehari. Saya ditanya mahasiswa universitas mana dan dijogja sedang apa. Lalu Bapak yang memiliki penyewaan juga menerangkan beberapa persyaratan penyewaan seperti yang saya tulis diatas. Karena harga berubah dari perkiraan, maka saya harus berunding dengan teman-teman terlebih dahulu, jadilah saya meminta nomor telepon si bapak untuk mengabari apabila saya jadi menyewa motor, agar si bapak juga bisa menyiapkan motor sebelum kami ambil. Setelah semua sepakat kami akhirnya kami menyewa 3 motor. Harusnya kami juga meminjam 5 helm, tapi saya awalnya lupa tanya dan bilang. Ternyata hanya ada 2 helm, jadilah kami meminjam helm 1 lagi di Nizar dan yang dibonceng tidak mengenakan helm selama perjalanan. Sebelum berangkat, kami diarahkan bapak pemilik penyewaan motor untuk mengecek STNK yang berada di jog motor dan bensin berada dibatas garis 3, ketika kembali harus sama seperti semula. Ketika mengambil motor, jam inilah yang tertulis pada kwitansi dan nantinya menjadi patokan kami untuk mengembalikan.

Sebelum berangkat kami harus mengisi bensin dan mengecek angin ban motor kami di SPBU terdekat. Kami mengisi masing-masing motor Rp10.000,00. Dan alhamdulillahnya itu cukup sampai pulang. Setelah kami selesai jalan-jalan, garis bensin kembali seperti semula yang artinya kami tidak perlu untuk mengisinya lagi.

Menurut informasi dari teman saya dan pengalaman kami memang di Bantul tidak terlalu ketat aturan lalu lintasnya. Kami sewaktu perjalanan juga sempat beriringan dengan polisi, dan senam jantung. Lalu  kami juga melihat disekeliling ternyata tidak hanya kami yang menggonceng tanpa helm, ada juga warga sekitar yang seperti itu. Tindakan kami salah, kami sadar. Jadi penting untuk memastikan di penyewaan motor memiliki helm yang cukup atau tidak, ok!

Y O G Y A K A R T A [Girls Day Out]


Sebelum subuh saya sudah siap dan berangkat ke Bojonegoro, salat subuh diperjalanan dan sampai di terminal pada pukul lima pagi. Janjian kumpul jam 6, dan tepat. Saya berangkat ke Jogja bersama Bella, Niken, Nanda, Aldhia, dan Nizar naik tayo (bis) dengan tarif Rp25.000,00. Untuk sampai di Jogja kami harus ganti bus di Terminal Ngawi. Tayo pertama yang datang adalah tayo ekonomi, karena penuh sesak kami memutuskan menunggu tayo selanjutnya. Dan teryata yang datang patas, duh. Karena uang kami baru berkurang untuk membayar tayo yang tadi, dengan gaya gaya sok banyak duit naiklah kami. Kesan saya untuk bis patas adalah harga sesuai sih dengan fasilitasnya, oke banget. Kami memilih tanpa makan dengan membayar Rp45.000,00 dengan niatan irit hehe. Jadi ketika patas berhenti di rumah makan, kami hanya beli makanan ringan seperti tahu bakso, siomay, kentang goreng, dan lain-lain dengan kisaran harga Rp10.000,00 untuk mengganjal perut. Sekitar pukul 13.00 WIB kami sampai di Terminal Giwangan. Kami melanjutkan perjalanan ke Sewon, Bantul (kediaman Nizar) dengan menggunakan Grab.

Setelah sampai rumah kami bersih-bersih, istirahat, cari makan dan merencanakan perjalanan. Kami cari makan di sekitaran kampus ISI, kalau di Jogja gak perlu mikir harga saya kira, murah pasti. Malam ini kami ingin memulai perjalanan, tapi tiba-tiba malamnya hujan dan kami bimbang untuk pergi ke Pinus Pengger. Untuk mengobati kegagalan rencana kami, akhirnya pada pukul delapan malam kami pergi ke Alun-alun Kidul menggunakan grab. Nizar tidak ikut karena tiba-tiba badannya panas. Kami jalan-jalan mengelilingi alun-alun dan jalan jauh ke Plengkung Gading. Kami kembali kerumah setelah capek jalan.

Hari kedua di Jogja kami menyewa motor untuk jalan (bagian ini saya ceritakan secara terpisah ya hehe). Kami berangkat ber-lima karena Nizar  masih sakit, jadi kami bergantian pasangan motor agar semua merasakan sendiri. Karena kami tidak mengenali medan, jadilah kami mempercayakan google maps sebagai pemandu kami. Tujuan pertama adalah Kebun Matahari Bantul. Kebun bunga ini ternyata masuk ke kawasan pantai-pantai. Ketika memasuki kawasan wisata kami dikenai biaya tiket Rp10.000,00 (padahal ditiket tertera Rp9.750,00). Setelah menempuh jalan hampir sekilo, bunga-bunga mulai terlihat. Kami mengira bahwa kebun bunganya satu kawasan, ternyata salah. Kebun bunga disini dimiliki oleh perorangan, jadi pinter-pinternya kita untuk memilih kebun mana yang akan dimasuki. Kami juga salah masuk kebun bunga, awalnya saat parkir (bayar lagi Rp2.000,00) kami kira satu kawasan, ternyata setelah masuk baru kami sadar, bunga matahari bagus yang kami lihat saat parkir berada dikawasan kebun bunga sebelah. Disini antar kebun bunga dipagar rapat. Rata-rata setiap kebun memasang tarif Rp5.000,00 per-orang. Setelah puas menikmati kebun bunga kami sempatkan untuk berhenti diwarung ibu pemilik kebun untuk membeli es karena cuaca sangat panas. Disini kami mendapat informasi bahwa jika kami masuk ke pantai-pantai yang masuk kawasan wisata ini kami tidak akan dikenakan tarif lagi, tetapi tetap harus membayar parkir. Dan pantai paling bagus adalah Goa Cemara. Kebetulan wisatawan lain juga bertanya mengenai informasi yang ingin kami dapatkan, sejauh apa Gumuk Pasir dari kebun ini. Beliau menuturkan bahwa Gumuk Pasir berada didaerah Pantai Parangtritis dan itu jauh dari kebun ini ‘Lebih kurang setengah jam dari sini’, tutur ibu tersebut. Berarti akan semakin jauh dari rumah Nizar. Kami langsung mencoret Gumuk Pasir ada dilist perjalanan kami, ‘Kita ke Pantai Goa Cemara saja’. Oke langsung tanpa pikir panjang kami mengambil motor berangkat. Biaya parkir per-motor Rp3.000,00. Kalau ke pantai selatan jangan berharap bisa main air ya, soalnya tau sendiri kan ombaknya kayak apa hehe. Jadilah kami hanya muter-muter dan mendengarkan ombak yang sangat menenangkan. Disini tidak terlalu ramai, jadi tenang untuk sekedar bengong-bengong ria. Setelah puas, kami langsung meninggalkan kawasan tersebut untuk mencari makan.

Makan siang kami memilih di Sambal SS karena sudah pasti enak dan pedas meskipun harus menunggu cukup lama. Sambal SS yang kami tuju yaitu yang ada di jalan menuju ke Taman Sari, jadi sejalan gitu. Kami sampai taman sari sekitar setengah tiga. Membayar parkir Rp3.000,00 dan tiket masuk Rp5.000,00. Tips kalau ke taman sari untuk hunting foto sebaiknya jangan saat libur sekolah atau hari Sabtu Minggu. Tempat ini akan ramai, penuh, sesak, dan pengap khususnya di masjid bawah tanah. Oiya jangan sungkan untuk tanya tour guide yang ada disekitar ya, yang memakai seragam. Tidak ada salahnya menyewa tour guide untuk mengetahui berbagai informasi situs sejarah dan juga arah jalan tentunya. Pengalaman kami selama disana, kami kira setelah kolam dan bangunan yang ada dibelakang kolam (saya lupa namanya) itu sudah selesai. Kami bingung karena di internet ada tangga-tangga (ternyata itu masjid bawah tanah wkwk) tapi kami tidak menemukan. Kami sudah keluar, tapi belum puas. Saat bertemu dengan bapak tour guide saya beranikah bertanya dengan bermodal foto hasil comot internet, dan bapak tersebut menyebutkan ‘Masjid Bawah Tanah’. Kami masuk lagi ke kawasan wisata lewat pintu keluar tadi. Didalam kami bingung lagi harus kemana, dan akhirnya kami bertanya lagi dengan bapak yang berseragam. Dengan arah-arah yang diberikan beliau kami ikuti, ternyata ada jalan yang melewati pemukiman warga. Tidak hanya masjid bawah tanah, ternyata Kampung Cyber juga dikawasan ini. Denah wisata harusnya dipasang ketika pintu masuk utama, tapi ini malah di jalan perkampungannya hm. Butuh cukup banyak tenaga untuk sampai didalam masjid bawah tanah karena jalannya naik turun. Didalam kami tidak menemukan kenyamanan, mungkin karena hal yang saya sebutkan diatas. Baru sebentar kami masuk, langsung kami keluar untuk istirahat dan kembali ke parkiran. Tempat bersejarah ini sangat apik untuk pengambilan foto.

Perjalanan kami lanjutkan dengan mencari masjid. Dipintu keluar Taman Sari ada Masjid Kasultanan Yogyakarta, tapi ramai. Akhirnya kami ke masjid Alun-alun Lor. Dan setelah itu kami kembali pulang.

Malioboro menjadi pilihan malam terakhir kami di Jogja. Esoknya kami pulang. Terimakasih Jogja, sampai berjumpa kembali.

Kamis, 17 Januari 2019

Jangan Berkendara saat Hujan Jika Bisa

Saya jadi tahu satu hal lagi kenapa saya belum boleh bawa motor sendiri, hujan. Ketika hujan ada 2 pilihan, basah sampai rumah atau berteduh tidak sampai sampai karena hujan sulit sekali diprediksi. Semalam saya bersama Ivana, Ifa, Bella, Mukhlisin, dan Sindu dari kediaman Betty kehujanan meskipun dengan jas hujan. Awalnya kami terjebak di rumah Betty hingga beberapa jam menunggu hujan reda, lama. Sampai-sampai kami makan dulu dirumah Betty, menghabiskan semua jajan, dan bermain uno stako hingga beberapa putaran. ketika memasuki isya, ivana sudah merajuk pulang karena takut kena omelan mamanya. Dan bertepatan hujan reda, tapi menyisakan rimis tipis. Kami semua pamit kepada Betty dan keluarga. Beberapa dari kami mengenakan jas hujan, termasuk saya. Baru saja kami berkendara, belum ada sekilo, hujan deras turun lagi. Hujan sama derasnya dengan yang tadi, atau bahkan lebih deras. Semakin masuk ke Bojonegoro kota hujan semakin deras dan rintiknya besar-besar, sakit. Jalan-jalan hampir semua tergenang air, banjir. Ada yang parah ada yang tidak. Menyetir dibawah deras hujan sangat berat, apalagi jalanan juga banjir. Saya tidak bisa hanya mengandalkan kedua mata saya, Bella dibelakang juga menggunakan matanya untuk mengarahkan saya, kami kolaborasi. Pelan-pelan yang penting sampai rumah, hanya itu pikir kami. Saya tidak berani mengambil jalan pinggir karena bisa saja lebih dalam banjirnya. Menerjang banjir sulit dan berat. Meskipun saya menggunakan jas hujan pada akhirnya saya tetap basah kuyup. Berkat Bella, kami sampai dengan selamat dirumahnya. Andaikan kami tidak berdua, mungkin saya tidak sanggup untuk menyetir motor dibawah hujan deras. Saya capek, sangat.

Rabu, 09 Januari 2019


M A L A N G
[Cerita mengenai Backpacker dan Aplikasi Go Jek]

Perjalanan ini saya tempuh dengan enam teman saya, Desta, Reza, Fida, Galuh, Widia, dan rengga. Dua cowok dan lima cewek. Selasa, 18 Desember 2018 di Surabaya menjadi awal mula perjalanan kami. Ini bukan pekan liburan, kami masih ada beberapa tanggungan ujian perbaikan atau populer disebut ‘UP’ oleh anak kampus A. Minggu ini tidak sesibuk dua minggu UAS kemarin, jadilah kami nekat ke Malang. ‘Kapan lagi kalau nggak sekarang?’ pikir kami.

Pagi hari saya ditugasi Desta untuk membeli tiket di Gubeng Lama, tiket go show untuk siang hari. Nihil, tiket sudah lama habis (termasuk yang berdiri) yang ada hanya tiket untuk malam jam delapan. Berbekal chat group akhirnya kami sepakat mengambil tiket yang berharga Rp10.000,00 tersebut setelah perdebatan panjang. Saya membeli tiket empat dengan tujuan Stasiun Malang Kota Baru. Siangnya Rengga dan Widia membeli tiga tiket dengan tujuan yang sama hanya saja kami pisah gerbong.

Kami kumpul di Stasiun Gubeng Baru, jam 19.50 WIB kereta kami berangkat. Dan seperti yang tertera di tiket, kami sampai di Malang pada pukul 22.28 WIB. Ini adalah perjalanan ternekat dan tanpa tujuan. Keluar dari stasiun kami ngemper dulu, sudah seperti bocah hilang saja haha. Kami semua mengandalkan telepon genggam dan internet untuk mencari masjid terdekat. Ya, demi menghemat kami memutuskan untuk menginap masjid saja. Sebelum mulai pencarian kamu sempat singgah di taman dekat stasiun dan menunggu Reza beli minum, lumayan lama soalnya disini kami menemukan tempat duduk dan eyel-eyelan mengenai pembacaan peta (maklum, tidak semua dari kami pandai membaca peta, semua cewek tidak bisa termasuk saya). Dengan berbekal google maps dan kepercayaan kami, Desta mencari masjid terdekat. Masjid pertama yang kami tuju ternyata masjid sekolah (yakali aja kami nginep di masjid sekolah hmm). Ok, dengan sedikit pengetahuan Fida dan Google Maps (yang masih dibaca Desta) kami memutuskan untuk ke masjid Alun-Alun Malang yang ternyata sudah tergembok rapat (Ya Allah, sepertinya niat kami salah makanya masjid gaada yang bukaan). Ini lebih parah, salah satu teman kami ada yang kebelet buang air kecil dan mendekati masjid barangkali kalau hanya numpang ke kamar mandi boleh, baru aja nyentuh gagang pintu dan mengakibatkan bunyi sedikit sudah membuat si bapak penjaga bernada tinggi dan bermaksud mengusir kami. Ok, kami pergi ke Alun-alun saja. Semua perjalanan kami sampai sini kami tempuh dengan jalan kaki, namanya juga jalan-jalan.

Sekitar pukul setengah duabelas malam kami sampai ditempat duduk dekat air mancur, kami memutuskan untuk tidak tidur dan akan menyusun rencana untuk wisata esok pagi. Kami mulai berdebat dan voting untuk tujuan dan estimasi waktu yang kami perlukan. Dan yang paling penting adalah akomodasi kami. Kami membagi tugas, ada yang membuka google maps, grab, go jek, dan browser. Pertama kami mencari transportasi umum dan biayanya, setelah itu kami melakaukan banding harga dengan aplikasi go jek dan grab. Ternyata selislihnya beda tipis, dan kami memututuskan untuk menggunakan go jek (go-car large berkapasitas tujuh orang) dengan  beberapa pertimbangan. Menggunakan aplikasi go jek ternyata juga perlu strategi, pasalnya ketika kami langsung pin dari alun-alun ke paralayang bertarif seratus lebih. Tetapi ketika kami pin dari Alun-Alun Malang ke Alun-Alun Kota Batu dan kami lanjutkan Alun-Alun Kota Batu ke Paralayang totalnya hanya Rp80.000,00 jadi disini kami main hitung-hitungan dan pintar-pintar cari rute. Pokoknya gak habis banyak di transpot, titik.

(rencana perjalanan)


Semakin malam, untungnya kami semua membawa jaket dan minyak kayu putih (ini sangat membantu). Akhirnya satu per satu mengantuk dan memutuskan untuk bergantian tidur, kami tidur dengna bantal tas dan tanpa alas. Ini sangat tidak patut untuk dicontoh, pasalnya liburan harus dalam keaadan fit dan tidur cukup itu keharusan yaaa… . Reza adalah yang berhasil tidak tidur semalaman, dan dia curi-curi tidur di dalam grab, kami harus memaklumi dan sangat berterimakasih. Terimakasih Reza

Ketika suara ngaji menjelang  subuh terdengar kami semua beranjak untuk ke masjid tujuan kami semlam. Kami sepakat setelah subuh kami akan ke stasiun untuk membeli tiket go show . Jadi sebelum subuh kami semua sudah harus mandi dan bersiap diri. Kami salat subuh  berjamaah dan setelah itu langsung jalan kaki menuju stasiun semalam. Daaaann…. tiket yang masih ada hanya jam 12.26 dan itupun tanpa tempat duduk (berdiri). Kami rundingan lagi, ‘Masa iya kita ubah rencana lagi’ kata salah satu kami. Ok, akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke Surabaya menggunakan tayo (bis), yang artinya pengeluaran kami akan bertambah. Tapi daripada tidak pulang atau hanya sebentar berwisata, tayo adalah penyelamat ketika thomas (kereta) tidak ada haha terimakasih tayo. Rencana wisata sudah matang, yuk mari kita jalan…sebelumnya kami patungan Rp30.000,00 untuk mengisi saldo go pay. Dan ini masih sangat pagi.

Drama selanjutnya adalah top up go pay. Cara pertama yang kami lakukan adalah melalui ATM BNI (ini atm satu-satunya yang ada distasiun) entah kami yang kurang canggih atau memang di menu-nya tidak ada. Sudah berulang kami coba dengan berbagai orang yang berbeda. Akhrinya dua orang dari kami mencari atm lain yang tidak jauh, kira-kira 100m ada ATM BRI, dan seperti awal tidak bisa. Lalu satu dari kami go jek sampai ke alfamart terdekat untuk top up, dan si kasir memberi informasi bahwa top up dapat dilakukan mulai pukul tujuh pagi. Dan ini masih sangat pagi. Kami tidak mungkin menunggu hingga pukul tujuh. Akhirnya kami mengawali perjalanan dengan grab dibayar dengan OVO dan menggunakan promo, tidak apa sedikit lebih mahal daripada harus tertunda berjam-jam.

Tujuan pertama kami menuju ke alun-alun batu untuk sarapan, kami pencar mencari sarapan sesuai selera. Dan disini meskipun masih pagi, banyak sekali makanan (saya suka sekali, saya suka makan). Ada singkong keju, cakue, bubur ketan, bubur kacang hijau, bubur ayam, pecel, nasi uduk, nasi kuning, pertula, dan masih banyak lagi. Setelah sarapan kami menuju ke Paralayang. Dan kami sudah berhasil mengisi saldo go pay.

Paralayang, supir go car adalah drama selanjutnya. Bapak driver memberi informasi sekaligus promosi yang isinya seperti ‘Kamu harus percaya dengan saya dan lakukan saran saya’ serta tidak lupa seperti mengintimidasi, saya tidak suka. Si bapak menawarkan untuk tour dengan biaya per orang Rp100.000,00 (yakali pak, kami mahasiswa kere ini. Bapak nggak liat apa kami gembel? Wkwk). Tapi salah satu informasi dari bapaknya ada yang benar dan lainnya kami anggap bualan karena memang tidak sesua dengan yang dibicarakan. Ketika mencari go car untuk naik ke paralayang banyak driver yang mau mengambil, tapi untuk turun kami harus mengandalkan keberuntungan karena di daerah batu bagian atas hampir tidak ada go car. Untunglah kami pergi ke Paralayang bertepatan musim liburan sekolah, jadi kami bisa turun karena lumayan banyak go car yang naik sehingga kami mendapatkan go car untuk turun. Di Paralayang ini ada kami harus membayar Rp10.000per orang untuk masuk dan gratis untuk driver karena masih pagi dan hanya bertujuan menurunkan kami. Selain Gunung Banyak ada dua pilihan wisata lain yang ditawarkan yaitu Rumah Pohon dan Taman Langit yang masing-masing dipasang tarif Rp10.000,00. Setelah puas berfoto dan berkeliling kami order go car untuk lanjut ke Coban Rais. Setelah sampai, kami membayar Rp10.000,00 perorang untuk tiket masuk. Baru saja masuk, kami berhenti didepan peta wisata ‘air terjun 5km', bisa setengah jam kita kalo jalan kesana. Kalo nggak dapet go car mati kita. Ini tempatnya tinggi banget loh, kalian sih tadi tidur. Tinggi polll… .’ Ok, kita foto sebentar dan Rengga beli oleh-oleh dan kemudian memesan grab lalu kami keluar. Jangan bayangkan ini sudah sore, ini masih siang bolong dan baru mau memasuki salat dhuhur. Tapi tidak mendapatkan go car dan tidak bisa turun adalah suatu bayangan yang buruk. Jadi jika ingin ke Coban Rais mending dari pagi dan masih dalam keaadan sangat fit, karena kalau mau jalan lumayan jauh. Tapi capek-capek pasti akan terbayar, lalu disini juga tidak hanya air terjun saja, banyak pilihan wisata lain seperti Batu Flower Garden dan masih banyak lagi. Sayang sekali kami harus pergi. Oiya selain jalan, sebenarnya ada ojek yang saya tidak tahu tarifnya. Menurut informasi yang saya dapat (semoga benar) tarif ojrk berkisar Rp10.000,00 disetiap tujuan. Yaitu Ke bukit bulu - batu flower garden- coban rais, karena coban rais menyuguhkan banyak pilihan wisata sebelum mencapai air terjunnya. Jika langsung ke air terjunnya saya kurang tahu harganya. 

Go car selanjutnya menuju ke masjid A.R. Fachruddin kampus UMM untuk salat Dhuhur karena sudah waktunanya dan dilanjutkan dengan mencari makan disekitar kampus agar dapat harga murah. Setelah itu main UNO disekitaran kampus sambil menunggu salat ashar dan setelah itu menuju ke Terminal Arjosari untuk naik bis ekonomi yang bertarif sekitar Rp15.000,00 (saya agak lupa). Yang saya ingat, kami terjebak macet karena ini musim liburan. Dan drama selanjutnya adalah kami kemalaman sampai di Terminal Bungurasih dan harus turun dalam keadaan hujan. Kami lanjut naik bis menuju Jembatan Merah dan memesan Grab menuju ke Stsiun Gubeng Baru. Dan sampai kost. Alhamdulillah… meskipun banyak tujuan wisata yang kami lewatkan, selanjutnya semoga perjalanan lebih baik, amin.

Foto perjalanan saya ada di highlight instagram saya @elnikenw

[Cerita tambahan] 
Antara Thomas dan Tayo
Thomas adalah transportasi terbaik dengan harga yang murah (atau sangat murah) meskipun terkadang harus tanpa tempat duduk, atau mbak-mbak bagian tiketing yang akward. Jadi ketika Rengga membeli tiket, si mbak bilang kalau tiket tujuan malang sudah habis, bisanya hanya sampai lawang. Dan lawang samapi malang kota itu masih jauh. Akhirnya aku bilang ke rengga ‘Beli aja Reng daripada nggak berangkat, ntar waktu sampe lawang kamu, Widia, dan Galuh gausah turun. Gapanglah.’ Pas mau dibeli dan si mbaknya bilang kalau tanpa tempat duduk, haduh mampus. Karena kami berempat dapat tempat duduk, nanti tempat duduknya bisa kita gantian lah, atau duduk yang awalnya dua orang bisa dipakai untuk bertiga. ‘Beli aja Reng, gapapa. Nanti kita gantian duduknya.’ (kira-kira percakapannya seperti itu si). Dan setelah tiket dicetak ternyata tiketnya sama seperti tiket yang aku beli, persis hanya beda gerbong saja, dapat tempat duduk dengan tujuan akhir Stasiun Malang Kota Baru. Oh Mbak, terimakasih sudah membuat kami kebingungan setelah banyak sekali drama.

Categories:

Dengarkan Kata Bapak

9 Januari 2019
Ada yang harus saya syukuri hari ini. Saya bersyukur saya mendengarkan kata ayah, 'Jangan bawa motor'. Meskipun ibu saya memberi izin, untunglah saya lebih takut kepada ayah saya. Jujur, larangan itu menganjal hati saya, saking sakitnya sqya menitihkan air mata diam-diam. Yang biasanya saya pamit selalu cium pipi dan mengucap salam, hari ini tidak (astagfirullah). Saya fikir saya sudah cukup dewasa untuk bisa membawa motor walaupun tanpa SIM, toh tidak ada operasi. Tapi salah besar, ternyata baru saja memasuki Bojonegoro saya langsung disambut oleh banyak sekali polisi. Untunglah, saya naik bis umum. Disitulah hati saya mulai melunak, ayah saya teramat sayang dengan saya. Saya yakin alasan beliau bukan hanya terkait dengan SIM, keselamatan saya.
http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html

Copyright © Moccamoc | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | BTheme.net      Up ↑